cover
Contact Name
jurnalius
Contact Email
jurnaliusunram@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnaliusunram@yahoo.com
Editorial Address
-
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
Jurnal IUS (Kajian Hukum dan Keadilan)
Published by Universitas Mataram
ISSN : 23033827     EISSN : 2477815X     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal IUS established December 2012, is an institution that focuses on journal development for post graduate students and all law activists in general and specialised topics. Journal IUS publishes three times a year and articles are based on research with specific themes. Jurnal IUS was founded by a group of young lecturers who had a passion to spread their ideas, thoughts and expertise concerning law. Jurnal IUS focuses on publishing research about law reviews from law students, lecturers and other activists on various topics. As an academic centre, we organize regular discussions around various selected topics twice a month. Topics of interest: the battle of legal paradigm legal pluralism law and power
Arjuna Subject : -
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 3 (2017)" : 12 Documents clear
TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PENYIMPANAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH PADA PERIKATAN JUAL BELI BERTAHAP Yudi Setia Permana; Salim HS; Aris Munandar
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (298.135 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.506

Abstract

Pembuatan akta perikatan jual beli bertahap merupakan keinginan para pihak sebagai perjanjian pendahuluan untuk nantinya berkelanjutan kepada perjanjian secara lunas. Terhadap hal tersebut penulis menganalisis pengaturan kewenangan dan tanggung jawab Notaris dalam penyimpanan sertifikat hak atas tanah pada perikatan jual beli bertahap. Penelitian yang dipergunakan adalah jenis penelitian normatif atau kepustakaan. Metode pendekatannya adalah perundang-undangan dan konseptual dengan penggunaan analisis preskriptif dan analogi. Kode Etik Notaris (KEN) sangat penting dan berpengaruh untuk bersikap, bertingkah laku dan bertindak dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya. Kewenangan dan kewajiban penyimpanan sertifikat hak atas tanah oleh Notaris pada perbuatan hukum perikatan jual beli bertahap merupakan bentuk tanggung jawab dan sikap netral Notaris terhadap para pihak untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum. Tanggung jawab Notaris dalam penyimpanan sertifikat hak atas tanah wajib menjaga sertifikat, dengan amanah kepercayaan yang diberikan oleh para pihak. Pertanggung jawaban Notaris dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 1706 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Notaris diwajibkan juga memelihara dan menjaga sertifikat. Notaris berkewajiban mengganti akibat kerusakan ataupun kehilangan sertifikat hak atas tanah sebagaimana tercermin dalam Pasal 1694 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)
ANALISIS HUKUM TENTANG PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN BUKTI AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI DASAR PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI (STUDI DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH) Muhammad Jeffry Maulidi; M. Arba; Kaharuddin Kaharuddin
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.527 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.504

Abstract

Untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah yang dikenal dengan sebutan Rechts Cadastar/LegalCadastar oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak. Pendaftaran ini menghasilkan Sertifikat sebagai tanda bukti haknya. Tujuan Peneliti untuk mengetahui efektivitas dan kekuatan peralihan akta di bawah tangan sebagai dasar pendaftaran pertama kali dan kekuatan sertipikat atas dasar peralihan hak atas tanah yang dibuat berdasarkan akta di bawah tangan.Penelitian ini dilakukan secara empiris untuk menganalisis peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat. Ketentuan lebih lanjut pendaftaran tanah menurut pasal 19 Ayat (1) UUPA diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kegiatan PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali baik secara sistematis maupun sporadik.Pada proses Pendaftaran Tanah dikenal dengan Peralihan hak atas tanah yaitu berpindah hak kepada orang lain baik melalui suatu perbuatan hukum maupun peristiwa hukum. Peralihan hak atas tanah menurut yuridis dilakukan secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada Kantor pertanahan Kabupaten/Kota. Hasil penelitian ini menunjukkan Kekuatan hukum peralihan hak atas tanah berdasarkan surat yang dibuat dibawah tangan sebagai bukti kepemilikan tetap sah dan diakui dalam penerbitan sertipikat, meskipun surat di bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum seperti halnya akta yang dibuat secara autentik
KEDUDUKAN MAHKAMAH KEHORMATAN DEWAN DALAM SISTEM PARLEMEN DI INDONESIA Rusnan rusnan
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.533 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.507

Abstract

Kelembagaan parlemen modern memungkinkan dibentuknya lembaga penegak etik bagi anggota parlemen. Dimana nomenklatur lembaga pengawas etik terbaru yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yaitu Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), dari penyebutan tersebut menunjukkan adanya perubahan mendasar dari struktur kelembagaan lembaga penegak etik DPR dari Badan Kehormatan (BK) menjadi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan perbandingan (comparation) antara pengaturan tentang MKD dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dengan beberapa pola pengaturan lembaga penegak etik pada lembaga negara lain, peneliti menemukan beberapa berbedaan yang menunjukkan bahwa ketidaksesuaian pada struktur kelembagaan dari MKD. Karena pada dasarnya lembaga ini diberikan kewenangan yang sangat luas seperti badan peradilan pada umumnya, namun tingkat independensinya sangat diragukan karena tidak diikuti dengan representasi keanggotaan yang melibatkan unsur eksternal DPR melainkan keseluruhan kenggotaan MKD adalah murni berasal dari anggota DPR. Keadaan ini tentu akan berdampak kepada kinerja lembaga MKD ini, karena dengan keadaan seperti sekarang ini hanya akan membuat lembaga ini sebagai jembatan bagi kepentingan fraksi yang ada di DPR untuk semakin mengutamakan kepentingan dan berpeluang mengintervensi segala kebijakan dan keputusan yang akan dihasilkan oleh MKD.
PENGATURAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PEMBELAJAAN DAN TOKO MODERN DALAM MEWUJUDKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA Hadi Sucipto
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.772 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.503

Abstract

Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 9  Tahun 2015 Tentang Pasar Rakyat, prinsip pengaturan pasar tradisional, Pusat Perbelanjaan dan toko modern menggunakan prinsinya : kemanfaatan, adil dan merata, kemitraan, kejujuran usaha, persaingan  sehat dan memberdayakan perekonomian masyarakat yang berkelanjutan. Kedua perlindungan hukum dalam mewujudkan persaingan usaha antara lain: diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013, Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 9 Tahun 2015. Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan harus mengeluarkan pelaksanaan yang jelas dan pasti dari setiap kebijakan yang akan dijalankan agar dapat berjalan dengan baik dan tidak merugikan masyarakat terkait dengan regulasi pengaturan pasar tradisional, pusat pembelanjaan dan took modern dalam mewujudkan persaingan usaha  yang sehat. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap Pasar Tradisional, Pusat Pembelanjaan dan Toko Modern dalam mewujudkan persaingan usaha yang sehat dengan maraknya toko modern berkembang dengan tidak mengikuti aturan
NEGOTIATION INTERMEDIARIES DAN IDENTIFIKASI PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS TANAH MASYARAKAT ADAT CEK BOCEK SALESEK REEN SURY DI KABUPATEN SUMBAWA M. Syukron Anshori; Rachmat Kriyantono; Maulina Pia Wulandari
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.414 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.520

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menawarkan bentuk pola komunikasi pada situasi konflik dalam urusan sengketa tanah adat pada masyarakat Cek Bocek Salesek Reen Sury di Kabupaten Sumbawa. Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktif dengan metode penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi partisipan (overt-participant)guna mendapatkan data yang akurat dari informansesuai dengan kebutuhan dan pada situasi orang-orang yang diteliti mengetahui kehadiran peneliti dalam bentuk interaksi dan percakapan (conversation).(Kriyantono, 2014, h. 111). Di Desa Lawin Kabupaten Sumbawa terdapat kelompok masyarakat adat Cek Bocek Salesek Reen Sury hidup secara turun temurun sejak tahun 1512 yang menggantungkan hidupnya dengan Hutan Dodo. Di wilayah Hutan Dodo terdapat tanah konsesi petambangan PT. Newmont Nusa Tenggara seluas 1. 127, 134 Ha berdasarkan dokumen Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani pada tanggal 2 Desember 1986 melalui persetujuan Presiden Republik Indonesia nomor: B.43/Pres/II/1986. Dalam kontrak karya tersebut, seluas 10.331 Ha berada di wilayah adat masyarakat Cek Bocek Selesek Ren Sury sehingga terjadi perebutan hak atas tanah di wilayah tersebut (Gunawan dkk. 2011). Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga konflik yang melibatkan masyarakat adat Cek Bocek Salesek Reen Sury dengan satu objek pertanahan. Pertama, konflik masyarakat adat dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Kedua, konflik masyarakat adat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa dan ketiga, konflik masyarakat adat dengan Lembaga Adat Tana’ Samawa (LATS). Kuatnya dominasi Pemerintah Daerah dan hadirnya Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) melalui PERDA No. 9 Tahun 2015 semakin mempersulit eksistensi dan keberadaan masyarakat adat lainnya di Kabupaten Sumbawa termasuk masyarakat adat Cek Bocek Salesek Reen Sury. Berdasarkan hasil analisis komunikasi, situasi konflik semacam ini membutuhkan pola komunikasi negosiasi intermediaries untuk menentukan langkah komunikasi yang efektif pada masyarakat adat Cek Bocek Salesek Reen Sury di Kabupaten Sumbawa.
PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM PERINTAH PERJALANAN DINAS YANG BERIMPLIKASI KORUPSI Siti Rahmawati
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.841 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.511

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis Permasalahan Penyalahgunaan Wewenang Dalam Perintah Perjalanan Dinas Yang Berimplikasi Korupsi sebagaimana Putusan Nomor : 5/PID.SUS.TPK/2015/PN.MTR, tanggal 8 Juni 2015. Isu hukum yang muncul dalam penelitian ini meliputi: Kriteria Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi, Apakah Penggunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas dapat dikategorikan Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi.Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, Pendekatan yang digunakan Pendekatan Perundang-undangan, Pendekatan Konseptual, Pendekatan Kasus. Tehnik pengumpulan bahan hukum  bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, Sumber bahan hukum  dari  studi kepustakaan. Teori yang digunakan yaitu teori keadilan, teori kewenangan, dan teori kepastian hukum. Analisis  dalam penelitian ini adalah Preferensi Hukum, karena penyalahgunaan wewenang dalam perintah perjalanan dinas yang berimplikasi korupsi terdapat pertentangan norma (antinomi norm).Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: 1) Kriteria Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi tetap mengacu pada konsep Penyalahgunaan wewenang dalam hukum Administrasi, disamping itu, konsep penyalahgunaan wewenang dalam Tindak Pidana  Korupsi mengacu pada rumusan pasal 3 UUTPK. 2) Penggunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas dapat dikategorikan Penyalahgunaan Wewenang dalam Tindak Pidana Korupsi Apabila Pejabat pergi tetapi tidak di Tempat Tujuan, Pejabat pergi tetapi tidak sesuai dengan Surat Perintah Tugas dan Pejabat Tidak Pergi tetapi uang Perjalanan Dinas diambil. Tindakan pejabat tersebut telah memenuhi unsur penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
EKSISTENSI PENGADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS ”SYARIAH” PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA M. Faisal
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.147 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.508

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami penyelesaian sengketa bisnis syariah persfektif hukum positif Indonesia dan untuk mengetahui dan memahami kewenangan pengadilan agama dalam menyelesaikan ekonomi syariah persfektif hukum positif Indonesia. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Perundang-Undangan, dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Pendekatan Konseptual, mengkaji pandangan/ konsep para ahli yang berkenaan dengan masalah yang dibahas. Pendekatan Kesejarahan, mengkaji bagaimana perkembangan kewenangan pengadilan agama dalam penyelesaian sengketa bisnis syariah perspektif hukum positif Indonesia. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: penyelesaian sengketa bisnis syariah persfektif hukum positif Indonesia terdapat 2 jenis penyelesaian yaitu menurut hukum islam dan menurut hukum positif Indonesia. Menurut hukum islam terdiri dari sulh, tahkim, danWilayat al-Qadha. Menurut hukum positif Indonesia terdiri dari Perdamaian dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Arbitrase (Tahkim), dan proses litigasi pengadilan. Kewenangan pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa bisnis syariah persfektif hukum positif Indonesia adalah menentukan metode dan bentuk penyelesaian sengketa perbankan syariah, kompetensi absolut dan kompetensi relatif peradilan agama, dan tafsir yuridis kompetensi peradilan agama dalam penyelesaian perkara ekonomi syariah.
POLITIK HUKUM PEMIDANAAN KASTRASI: PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Irene Widiyaningrum; Irwansyah Irwansyah
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.294 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.516

Abstract

Tidak bisa dipungkiri memang kejahatan kekerasan seksual terhadap anak semacam ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja namun juga banyak terjadi di negara-negara lainnya. Angka pasti tentang kejahatan ini seringkali menjadi dark number. Kasus kekerasan seksual terhadap anak yang berulang menjadi sinyal akan kelemahan besar bangsa ini dalam melindungi aset masa depan itu. Untuk itu pemerintah berupaya untuk melakukan terobosan pemberian hukuman yang sifatnya Ultimum Remedium terhadap kasus kejahatan seksual tersebut. Beberapa Negara menganut hukuman kebiri. Terlihat adanya kesalahan dalam pengambilan politik hukum terkait hal tersebut. Solusinya  agar politik hukum pemerintah lebih bermanfaat, maka aparat penegak hukum selaku penegak undang-undang sudah semestinya mengamini dan melaksanakan apa yang sudah menjadi kebijakan pemerintah. Dilain sisi tidak terlepas perlunya pemerintah untuk segera merealisasikan tindak lanjut ketentuan pelaksanaan dari hukuman kebiri sehingga jelas bagaimana prosedur pelaksanaan hukuman kebiri tersebut, siapa pelaksana eksekutornya, bagaimana pembiayaannya dan yang terpenting adalah upaya pemulihan terhadap para korban yang memerlukan penanganan khusus.
TANGGUNG JAWAB HUKUM NOTARIS TERHADAP AKTA IN ORIGINALI Putra Arifaid
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.366 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.456

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah berupaya menganalisis dan menjawab permasalahan mengenai landasan teoritis akta in originali dan tanggung jawab hukum Notaris terhadap akta in originali yang tidak wajib disimpan minuta aktanya sebagai bagian dari protokol Notaris. Landasan teoritis akta in originali di dasarkan pada beberapa pandangan diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Pieter EL, menyebutkan bahwa “akta in originali adalah asli akta yang diberikan kepada yang langsung berkepentingan dalam akta dan akta in originali ini tidak disimpan dalam protokol Notaris, sehingga untuk akta dalam in originali, Notaris tidak dapat mengeluarkan salinan akta, kutipan akta dan grosse akta”. Adapun tanggung jawab hukum Notaris adalah tanggung jawab mutlak. Penelitian ini dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif yang berangkat dari pertentangan norma. Sumber bahan hukum penelitian ini diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pertama : Landasan teoritis akta in originali bahwa akta in originali dibuat berdasarkan pendapat dari para ahli yang menentukan bahwa akta in originali tidak wajib disimpan minuta aktanya, dalam praktek Notaris terkadang membuta minuta akta dan menyimpannya sebagai  arsip Negara (protokol Notaris). Kedua: Tanggung jawab hukum Notaris dalam setiap membuat akta merupakan tanggung jawab mutlak, sehingga jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan maka Notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban jika dalam pembuatan akta tersebut mengandung unsur cacat hukum, namun sebaliknya jika dalam pembuatan akta tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak  maka Notaris tidak dapat dituntut baik secara administratif maupun secara perdata.
IMPLEMENTASI BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA MATARAM) Lalu Muhammad Taufik
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.377 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i3.430

Abstract

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan segala peraturan pelaksanaannya di pengadilan Agama Mataram dengan paradigma agar warga masyarakat miskin dapat memperoleh akses terhadap keadilan melalui media pemberian bantuan hukum oleh advokat masih menghadapi kendala. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengkaji dan menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bantuan hukum; Untuk mengkaji dan menganalisis implementasi Undang-Undang No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dengan segenap peraturan pelaksanaannya di Pengadilan Agama Mataram. Penelitian ini merupakan penelitian hukum Empiris atau penelitian hukum sosiologis (Sosiolegal legal research). Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Mataram belum optimal terbukti jumlah perkara yang ditangani oleh advokat terkait dengan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan  UU Nomer 16 tahun 2011 hanya 5% dari perkara yang diterima di pengadilan agama mataram. Kendala Yuridis meliputi adanya kekaburan noma antara UU Peradilan Agama (Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama) dengan UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dalam pengaturan kewenangan penyelenggaran pemberi bantuan hukum. yakni kurangnya sosialisai UU No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum, sehingga berdampak pada, “kurangnya Pengetahuan Masyarakat akan layanan hukum, kurangnya Pengetahuan lembaga diluar pengadilan; dan kurangnya Koordinasi antara lembaga pemberi bantuan hukum dengan pengadilan serta terbatasnya anggaran yang tersedia dalam APBN untuk bantuan hukum dalam penanganan suatu perkara bila mana perkara yang dibantu tersebut sampai tingkat banding, kasasi dan Peninjauan Kembali. 

Page 1 of 2 | Total Record : 12


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol. 11 No. 2: August 2023 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 11 No. 1: April 2023 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 10 No. 3: December 2022 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 10, No 3: December 2022 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 10, No 2: August 2022 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 10 No. 2: August 2022 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 10, No 1: April 2022 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 10 No. 1: April 2022 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 9 No. 3: December 2021 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 9, No 3: December 2021 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 9 No. 2: August 2021 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 9, No 2: August 2021 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 9, No 1: April 2021 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 8, No 3: December 2020 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 8 No. 3: December 2020 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 8, No 2: August 2020 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 8, No 1: April 2020 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 8 No. 1: April 2020 : Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 7, No 3 (2019) Vol 7, No 2 (2019) Vol 7, No 1 (2019) Vol 6, No 3 (2018) Vol 6, No 3 (2018) Vol 6, No 2 (2018) Vol 6, No 1 (2018) Vol 5, No 3 (2017) Vol 5, No 2 (2017) Vol 5, No 1 (2017) Vol 4, No 3 (2016): HUKUM YANG BERKEADILAN Vol 4, No 2 (2016): HAK DAN PERLINDUNGAN HUKUM Vol 4, No 1 (2016): HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB Vol 3, No 9 (2015): HAK MENGUASAI (Monopoli) NEGARA Vol 3, No 8 (2015): POLEMIK PERLINDUNGAN HUKUM DI INDONESIA Vol 3, No 7 (2015): LOGIKA DAN TEROBOSAN HUKUM Vol 3, No 3 (2015): HAK MENGUASAI (Monopoli) NEGARA Vol 3, No 2 (2015): POLEMIK PERLINDUNGAN HUKUM DI INDONESIA Vol 3, No 1 (2015): LOGIKA DAN TEROBOSAN HUKUM Vol 2, No 6 (2014): PLURALISME HUKUM Vol 2, No 5 (2014): HUKUM DAN TATA KUASA Vol 2, No 4 (2014): UTOPIA HUKUM - KESEJAHTERAAN Vol 2, No 3 (2014): PLURALISME HUKUM Vol 2, No 2 (2014): HUKUM DAN TATA KUASA Vol 2, No 1 (2014): UTOPIA HUKUM - KESEJAHTERAAN Vol 1, No 3 (2013): APAKAH HUKUM SUDAH MATI? Vol 1, No 3 (2013): APAKAH HUKUM SUDAH MATI? Vol 1, No 2 (2013): REALITA HUKUM DALAM MASYARAKAT Vol 1, No 2 (2013): REALITA HUKUM DALAM MASYARAKAT Vol 1, No 1 (2013): DIALEKTIKA KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN Vol 1, No 1 (2013): DIALEKTIKA KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN More Issue